Sore itu agak mendung, aku masih saja betah duduk di sebuah bangku kayu yang sudah mulai lapuk. Gerimis sudah mulai turun dan sebentar lagi hujan datang. Biarlaaah ... aku masih ingin berlama-lama ditempat itu. Ya, di depan sebuah patung Buddha yang terlihat sangat adem.
Sekelebat kulihat seorang gadis kecil lewat, dia mendekati patung Buddha yang kehujanan dan dia melihat sekeliling mencari sesuatu, tidak ada apa-apa yang bisa dia pungut, dia memegang patung itu untuk dipindahkan ke dekat pohon, tapi patung itu dilekatkan ke semen, dia kebingungan.
Kemudian dia mengeluarkan barang-barangnya dari kantong plastik yang sudah kucel, tangannya yang mungil membuka plastik itu untuk kemudian menaruhnya di atas kepala patung Buddha dengan sedikit berjinjit. Kulihat usahanya cukup gigih untuk dapat membungkus keseluruhan kepala patung itu.
Sambil melihat kearahku, dia berkata, "Kakak lagi sembahyang? Aku payungin patungnya ya, kasihan dia kehujanan."
"Iya, nggak apa-apa, aku cuma lagi ngadem aja, Dik," jawabku sambil tersenyum melihat niat mulia gadis kecil itu.
Dia berlalu.
Senja sudah mulai turun, aku berkemas untuk segera meninggalkan tempat itu, mumpung hujan sudah reda, aku harus segera nyampai di pondokan sebelum petang.
Dari arah berlawanan, ada seorang ibu berlari kecil mendekati patung Buddha, air mukanya terlihat sangat marah melihat patung itu tertutup plastik kucel yang sudah bolong di sana-sini, sambil misuh-misuh dia berkata, "Kelakuan siapa ini yang berani-beraninya tidak menghormati Buddha, ini sangat kelewatan, ini sebuah pelecehan!"
Dia berkata sambil melihat ke arahku. Ya, ibu itu seolah menuduhku. Dia mengamatiku lekat, kemudian sambil pergi, dia berkata, "Lain kali jangan keterlaluan ya, Mbak. Ini namanya nggak sopan."
Akup un cuma tersenyum.
Dalam sekejap aku lihat dua orang yang punya niat baik dan berbuat baik dengan cara yang berbeda. Gadis kecil punya niat baik dengan membungkus kepala patung Buddha meskipun si ibu bilang itu kelewatan. Si gadis tetap mempunyai niat positif meskipun si ibu salah paham dan mengira itu keterlaluan.
Menurutku, niat yang baik tidak akan bias meskipun orang lain menilai itu buruk.
Aku pernah nanem benih bunga mawar, masih kecil sekali, sebelum berbunga ada seorang teman bilang, "Kayaknya ini bukan mawar deh, Wi. Malah mirip-mirip melati gitu sih, soalnya kok nggak berduri ya?"
Aku cuma bisa nyengir kuda. Ini nggak menjadi soal, pikirku. Meskipun aku tahu dia salah menilai bunga itu, karena pada waktunya nanti berbunga, tanaman itu akan tetap menjadi mawar. So, aku nggak perlu pusing dengan apa yang akan dihasilkan nanti.
Sekelebat kulihat seorang gadis kecil lewat, dia mendekati patung Buddha yang kehujanan dan dia melihat sekeliling mencari sesuatu, tidak ada apa-apa yang bisa dia pungut, dia memegang patung itu untuk dipindahkan ke dekat pohon, tapi patung itu dilekatkan ke semen, dia kebingungan.
Kemudian dia mengeluarkan barang-barangnya dari kantong plastik yang sudah kucel, tangannya yang mungil membuka plastik itu untuk kemudian menaruhnya di atas kepala patung Buddha dengan sedikit berjinjit. Kulihat usahanya cukup gigih untuk dapat membungkus keseluruhan kepala patung itu.
Sambil melihat kearahku, dia berkata, "Kakak lagi sembahyang? Aku payungin patungnya ya, kasihan dia kehujanan."
"Iya, nggak apa-apa, aku cuma lagi ngadem aja, Dik," jawabku sambil tersenyum melihat niat mulia gadis kecil itu.
Dia berlalu.
Senja sudah mulai turun, aku berkemas untuk segera meninggalkan tempat itu, mumpung hujan sudah reda, aku harus segera nyampai di pondokan sebelum petang.
Dari arah berlawanan, ada seorang ibu berlari kecil mendekati patung Buddha, air mukanya terlihat sangat marah melihat patung itu tertutup plastik kucel yang sudah bolong di sana-sini, sambil misuh-misuh dia berkata, "Kelakuan siapa ini yang berani-beraninya tidak menghormati Buddha, ini sangat kelewatan, ini sebuah pelecehan!"
Dia berkata sambil melihat ke arahku. Ya, ibu itu seolah menuduhku. Dia mengamatiku lekat, kemudian sambil pergi, dia berkata, "Lain kali jangan keterlaluan ya, Mbak. Ini namanya nggak sopan."
Akup un cuma tersenyum.
Dalam sekejap aku lihat dua orang yang punya niat baik dan berbuat baik dengan cara yang berbeda. Gadis kecil punya niat baik dengan membungkus kepala patung Buddha meskipun si ibu bilang itu kelewatan. Si gadis tetap mempunyai niat positif meskipun si ibu salah paham dan mengira itu keterlaluan.
Menurutku, niat yang baik tidak akan bias meskipun orang lain menilai itu buruk.
Aku pernah nanem benih bunga mawar, masih kecil sekali, sebelum berbunga ada seorang teman bilang, "Kayaknya ini bukan mawar deh, Wi. Malah mirip-mirip melati gitu sih, soalnya kok nggak berduri ya?"
Aku cuma bisa nyengir kuda. Ini nggak menjadi soal, pikirku. Meskipun aku tahu dia salah menilai bunga itu, karena pada waktunya nanti berbunga, tanaman itu akan tetap menjadi mawar. So, aku nggak perlu pusing dengan apa yang akan dihasilkan nanti.
Benih menurutku seperti sebuah kehendak/niat. Kalau kita sudah yakin niat kita baik, maka tidak perlu pusing kalau ada yang salah paham. Ucapan ataupun niat baik kita (meskipun teman salah paham) nilainya tetap baik. Ya nggak sih? :)
Aku cuma mikir, kalau kita sudah mempunyai niat baik (apa pun itu) dan sekalipun orang lain salah paham, alam akan tetap tahu kalau kita berniat baik.
Aku segera melenggang meninggalkan tempat itu yang sudah mulai sepi dengan niat akan segera salat magrib... (u know what? kalaupun nanti aku nggak jadi salat, yang penting aku udah punya niat baik) oooopz.... :))
(Terimakasih kepada Bhikkhu Sri Pannyavaro atas petuahnya)
Aku cuma mikir, kalau kita sudah mempunyai niat baik (apa pun itu) dan sekalipun orang lain salah paham, alam akan tetap tahu kalau kita berniat baik.
Aku segera melenggang meninggalkan tempat itu yang sudah mulai sepi dengan niat akan segera salat magrib... (u know what? kalaupun nanti aku nggak jadi salat, yang penting aku udah punya niat baik) oooopz.... :))
(Terimakasih kepada Bhikkhu Sri Pannyavaro atas petuahnya)
pertamax bu.. loe mo jadi pengikut bhiksu itu ya bu? jalan ga ngajakngajak, jaat ich..
BalasHapusIya yah, 2-2nya punya niat baek n ngelakuin dgn cara yg bebeda.
BalasHapusTp tmen sang dewi yg ngatain bibit mawar tu dgn melati, sok tw tuh? Bukannya 'beda' (dgn aksen tebal, spt biasa sang dewi ucapin) ^_-
senasib ma mba' ratna sarumpaet (kenal ga?! he..) niat bantu manohara, eee yang dibantu malah sibuk nongol di TV. skarang mb ratna nya malah dimusuhin. ngrepot to!
BalasHapusyah, niat baek tenyata musti pilih-pilih juga.
eh mbakyu....
BalasHapus@shelly: yg baek2 mah sy slalu pgn jd followernya buw.. :)
BalasHapus@Galuh: waakz, uda aku kasi tai ko' dia.. :clingakclinguk takut dia denger:
@Anomim (sopo yoh iki?): ho'oh.. asal jgn pilih2 tebu jadinyah.. :p
@Arros: eh si adiiikyu...
kwkwkwkw.. niat juga pahala ya bu?
BalasHapusanda benarbenar SUPERB, kata om mario teguh.
terus posting budew..
wooowww..petualangan yg kerennn
BalasHapus@ Ken Arok & escoret: weeew... makasiiiiy.. [tambah smangat bwt kluyuran lagi]
BalasHapus