Novel Seribu Kerinduan
yang rilis pada 25 Oktober 2013 kemarin menjalani proses yang cukup panjang sebelum akhirnya terbit.
Ehmm, jadi, draft kasar
novel ini 60% sudah selesai tahun 2010 lalu dan kubiarkan berjamur di laptop.
Oke, nggak berjamur sih, cuma sedikit bau apek karena lama banget nggak
disentuh lagi. Pertengahan 2013 ini, aku memantapkan niat untuk
menyelesaikannya. Dan begitulah, kalau ada niat yang kuat (didukung dengan
usaha serta doa) seluruh Alam pasti akan berkonspirasi untuk mewujudkannya.
Hahaaa. Setuju? Sip.
Yeah, finally ... setelah
2,5 tahun mati suri, aku bisa menyelesaikan novel ini hanya dalam waktu dua
minggu. DUA MINGGU saudara-saudara! Luar biasa, kan? Aku nulis sepulang dari
kantor. Aku nulis di sela-sela ngurus Bara di rumah. Aku nulis ketika ada jam
luang di kantor. Aku nulis di sela-sela waktu masak untuk Bara (untuk bapaknya
mah beli aja). Dan aku terus nulis sampai tahu-tahu itu novel sudah rampung!
Ajaib memang. Aku aja nggak nyangka bisa menyelesaikannya dalam waktu yang
relatif singkat. Ingat? Hanya dua minggu! (Iya ... iya ... bawel!)
draft-1 novel Seribu Kerinduan |
Baiklah, draft awal
novel ini ada 119 halaman A4. Aku print dengan perasaan takjub dan membuncah.
Maklum, novel pertama woi! (Biasa aja kali....) Setelah dijilid, draft itu kukasih
ke dua first readerku. Mereka adalah ... Paul Agus, si suamiku tercinta itu dan
juga Tikah Kumala, si editor akuisisi Stiletto Book yang suka bikin kuping jadi
merah karena kritikannya. Dari dua first readers itu, aku dapet PR lumayan
banyak. Dan karena masih terkena euforia Bandung Bondowoso (yang menyelesaikan
seribu candi dalam satu malam), maka revisinya aku kerjakan dalam waktu tiga
hari. Aku print lagi ... dan hopla! Si 119 halaman itu menggelembung jadi 135 halaman.
Draft kedua novel
“Seribu Kerinduan” kukirim ke tiga temanku. Mereka bertiga ini memang teman
lama yang aku tahu banget makanan sehari-harinya (selain nasi, bakso, peuyeum,
dan apa aja yang masuk ke perut buncit mereka itu) adalah buku. *Dadah-dadah ke
Mbak Tituk, Ine dan Tantin*
Banyak komentar-komentar dari meraka. Sudah bagus, tapi lebih
bagus kalau ditambahin ini. Itunya diganti. Anunya didetailkan lagi. Inunya
diginiin. Kok si itu begitu? Si endang begindang? Blah ... blah ... blah.... (fyi: mereka bertiga emak-emak nyinyir yang seneng lihat aku menderita). Yeaaah, memang tidak semua komentar aku pakai
sebagai bahan revisi. (Gila apa? Ngikutin kemauan mereka sih bisa nggak rampung sampai Bara ngerayain ulang tahun ke-17) Pokoknya, sepanjang aku bisa kasih alesan yang masuk akal, tetap
kupertahankan. Sisanya, mari kita edit lagi. *pasang iket kepala*
Aku pun me-rewrite
draft itu untuk yang kedua kalinya. Voila ... si 135 halaman sudah menggendut
lagi jadi 145 halaman. Print lagi dong? Pastiii....
Sudahkah berakhir
perjuangan si draft novelku ini? Sayangnya belum. Hah? Iya, belum. Aku baru
kepikiran untuk memberikan draft novel yang sebenarnya sudah siap diserahkan ke
proof reader ini untuk dibaca oleh salah satu teman lamaku; Lelaki Budiman. Entahlah,
cuma punya feeling kalau sepertinya ini draft harus dibaca oleh satu laki-laki lagi
sebelum benar-benar naik cetak. Akhirnya, kami janjian ngopi sore itu untuk
membahas isi novel ini.
JREEEENG!!! Dia
ternyata membuat kepalaku pusing tujuh turunan. Jeli banget dia! Dia bilang masih
ada dua adegan yang memiliki logika FTV, ya ... gitulah maksudnya, ada faktor
kebetulan-kebetulan yang (katanya) jadi kelihatan kurang smart. KAMPRET! Duh,
PR banget dong ini mengubah dua adegan yang sudah sangat ciamik (menurutku) jadi
lebih masuk akal (lagi)?
Simsalabim! Kurang lebih
selama seminggu aku bersemedi dan ... YES! Seribu Kerinduan dinyatakan layak terbit
oleh enam first reader gilaku itu. Hahaha.... Jadi, jangan beranggapan kalau
novelku mulus-mulus aja melewati editor akuisisi dan dewan redaksi Stiletto
Book ya :)) Akhirnya si 119 itu menggendut jadi 150-an halaman. Banyak
adegan-adegan yang aku tambah dan juga ada beberapa yang aku tendang.
Itulah perjalanan draft novel “Seribu Kerinduan”, novel pertamaku yang lumayan bikin jantung terus deg-degan menunggu feed back pembaca. Yeah, walaupun kerjaan tiap hari ngoprek naskah, ternyata untuk mengedit naskah sendiri itu memang agak susah. Susah bersikap objektif dengan hasil tulisan sendiri. Itulah pentingnya first readers. Dan, alhamdulillah so far, komentar yang sudah masuk sangat membuatku lega. Coba intip saja di Goodreads ini: klik di sini (Hoo, kali aja jadi tambah pengin baca, kan, ya kaaan?)
Oia, pengin tahu nggak
pilihan covernya waktu itu? Ini ada 4 pilihan loh. Aku bikin polling di FB, dan
sebenarnya, pemenangnya itu cover nomor 3. Tapi entah kenapa, aku seperti
tersihir pada cover dengan perempuan duduk memegang payung. Jadilah, cover itu
yang dipakai di novelku.
Pilihan cover novelku |
Tentang tema ... novel
ini mengangkat tema yang gampang-gampang susah. Kombinasi antara tradisi kolot
dengan modernitas. Bagaimana tokoh Panji si anak orang kaya Jogja menjalin
hubungan dengan Renata, perempuan cerdas dari keluarga biasa saja yang punya
karier cemerlang di kantornya sebagai fashion editor. Hubungan yang sudah
berjalan empat tahun harus kandas karena akhirnya Panji dijodohkan oleh
orangtuanya dengan perempuan kerabat keraton. Dari situlah semua drama bermula.
Renata merasa sudah tidak bisa lagi menggenggam hidupnya karena kehilangan
orang yang sangat dicintai. Dia limbung. Tidak tahu apa yang harus dilakukan,
hingga tanpa disengaja dia sudah menjebakkan diri dalam dunia gelap; dunia
prostitusi yang akhirnya menjadi pilihan hidupnya. Sedangkan Panji? Dia harus
berjuang untuk belajar mencintai istri pilihan ibunya. Berhasilkah Panji
membangun keluarga? Lalu, bagaimana kisah hidup Renata selanjutnya? Bacalah....
J
Oia, dalam novel ini,
aku menggunakan setting di Jogja, Jakarta, dan Bandung karena kebetulan pernah
tinggal di tiga kota itu cukup lama. Jadi, lumayan hafal dengan tempat-tempat
asyik dan jalan-jalannya. Serta suasanya. Dan oh ya, aku juga membuat tokoh
Renata bekerja di majalah gaya hidup, seperti mimpiku dulu yang nggak
kesampaian. Haha. Hal ini membuat proses riset menjadi sangat menyenangkan
karena aku punya modal kepoisme yang sangat maksimal. Hooo. Dan, ya.... Ada
selera-selera pribadi nyusup di dalamnya sih. Seperti tokoh Panji yang suka
Koil. Haha. Terus, tokoh-tokohnya pada suka ngopi. Dan juga ... penerbit
Stiletto Book yang ikut eksis juga di sana. Hahaha..... (Sempet-sempetnya ya
iklan?)
Di novel ini, aku juga
kutip lagu yang selalu menemaniku menulis, Lagu Hujan-nya Koil, dan Like a
Song-nya Lenka. Kedua lagu itu sukses bikin galau to the max.
Oke, baiklah ... karena
novelnya sudah ada di toko buku, silakan berburu saja. Dan aku tunggu komentarnya
ya. Kamu juga bisa pesan online dengan kirim email ke: orderbuku@stilettobook.com, diskon
25% + bonus blocknote + tandatangan juga dong. Haha.
Selamat menyesap seribu rindu
dalam novelku ya.....
Kak Herlina, aku kan sempet ikutan giveaway novel seribu kerinduan di goodreads, trus aku kemarin dapet email dari goodreads kayak gini;
BalasHapusYou are one of our First Reads lucky winners! You will soon receive a free copy of Seribu Kerinduan in the mail. Please allow a few weeks for shipping.
Don't forget to add the book to your Goodreads currently-reading shelf, and we encourage you to also add it to a "first-reads" shelf when you are done reading. Posting a review is optional, but please keep in mind that reviewing the book is in the spirit of First Reads. Publishers provide free copies to Goodreads in hopes of getting early feedback about the book. First Readers who post reviews are also more likely to win free books in the future!
If you have further questions, please contact Herlina, who listed this book for giveaway. Goodreads is not involved in the shipment of books to winners. Books usually arrive within 4-6 weeks. If you've waited more than 30 days, visit the Giveaway Details page to let us know you haven't received your copy.
Apa itu tandanya aku menang Kak? Mohon dibalas ya. :)
Duh maaf baru buka Blog lagi. Iya, sudah dikirim bukunya, udah dibaca kah? Udah kelar belum? Kutunggu komennya :)
BalasHapus