Lima tahun. Bukan waktu yang sebentar. Sudah begitu banyak
hal aku lewati di kantor Stiletto Book bersama teman-teman tercinta. Ada tawa, ada semangat, ada kesedihan, ada harapan baru, ada kekecewaan,
ada kesuksesan, ada kemarahan ... semua berbaur, melebur dalam keseharian kami.
Ada kalanya kami sangat puas dengan pencapaiaan kami:
melihat respons pembaca buku yang sangat baik, berbanding lurus dengan jumlah
penjualan yang bagus. Ada saatnya kami sedikit kecewa: melihat buku kami cepat
dikembalikan dari toko buku karena kurangnya daya serap pasar, sehingga buku (yang
masih bau mesin cetak) harus teronggok di pojok gudang kami. Ada waktunya kami begitu semangat: ketika aku dan tim sedang duduk
bersama sembari menyeruput minuman masing-masing, berdiskusi banyak hal,
membuat rencana-rencana perbaikan, mengevaluasi kesalahan sebelumnya, dan
bertekad akan melakukannya lebih baik lagi.
Meja kesayangan dulu kala ketika merintis Stiletto Book |
Bermula dari sebuah meja di kamar kosong di rumahku. Aku
mulai membangun mimpi. Kala itu, Januari 2011, aku masih bekerja di sebuah
universitas di Jogja. Namun, tekadku untuk membangun usaha yang sesuai dengan
passion begitu kuat. Akhirnya, tercetuslah membuat sebuah penerbitan buku. Kala
itu, aku memang sedang gandrung-gandrungnya membaca banyak buku, majalah, serta
rajin menulis, dan juga sangat senang browsing-browsing dan ber-sosmed. Aku berpikir, sepertinya kalau aku bisa melakukan hal ini setiap
hari, hidupku pasti akan sangat sempurna. Mimpi yang muluk tentu saja. Karena
nyatanya setelah bergelut di penerbitan, waktu untuk membaca dan menulis justru
sangat berkurang. Huft. Dan, nyatanya, untuk membangun sebuah penerbit mayor
membutuhkan uang yang lumayan besar.
Bagaimana mungkin aku bisa mengumpulkan uang sebanyak itu?