02 Januari 2016

Selamat Ulang Tahun Kelima, Stiletto Book

Lima tahun. Bukan waktu yang sebentar. Sudah begitu banyak hal aku lewati di kantor Stiletto Book bersama teman-teman tercinta. Ada tawa, ada semangat, ada kesedihan, ada harapan baru, ada kekecewaan, ada kesuksesan, ada kemarahan ... semua berbaur, melebur dalam keseharian kami.

Ada kalanya kami sangat puas dengan pencapaiaan kami: melihat respons pembaca buku yang sangat baik, berbanding lurus dengan jumlah penjualan yang bagus. Ada saatnya kami sedikit kecewa: melihat buku kami cepat dikembalikan dari toko buku karena kurangnya daya serap pasar, sehingga buku (yang masih bau mesin cetak) harus teronggok di pojok gudang kami. Ada waktunya kami begitu semangat: ketika aku dan tim sedang duduk bersama sembari menyeruput minuman masing-masing, berdiskusi banyak hal, membuat rencana-rencana perbaikan, mengevaluasi kesalahan sebelumnya, dan bertekad akan melakukannya lebih baik lagi.


Meja kesayangan dulu kala ketika merintis Stiletto Book
Bermula dari sebuah meja di kamar kosong di rumahku. Aku mulai membangun mimpi. Kala itu, Januari 2011, aku masih bekerja di sebuah universitas di Jogja. Namun, tekadku untuk membangun usaha yang sesuai dengan passion begitu kuat. Akhirnya, tercetuslah membuat sebuah penerbitan buku. Kala itu, aku memang sedang gandrung-gandrungnya membaca banyak buku, majalah, serta rajin menulis, dan juga sangat senang browsing-browsing dan ber-sosmed. Aku berpikir, sepertinya kalau aku bisa melakukan hal ini setiap hari, hidupku pasti akan sangat sempurna. Mimpi yang muluk tentu saja. Karena nyatanya setelah bergelut di penerbitan, waktu untuk membaca dan menulis justru sangat berkurang. Huft. Dan, nyatanya, untuk membangun sebuah penerbit mayor membutuhkan uang yang lumayan besar. 

Bagaimana mungkin aku bisa mengumpulkan uang sebanyak itu?

24 Juni 2015

Membuat Produk atau Gagasan menjadi Populer

Ada banyak faktor yang membuat produk, gagasan, ataupun perilaku menjadi populer, menyebar ke seluruh populasi. Bisa jadi hal tersebut dimulai dari segelintir orang atau komunitas, kemudian menyebar dengan sendirinya. Seringkali penyebarannya bermula dari satu orang ke orang lain, seperti halnya virus. Atau dalam beberapa kasus, bisa jadi produk ataupun gagasan menjadi populer lantaran ada cerita menarik yang membuatnya cepat menyebar.
Namun, walaupun banyak contoh produk dan gagasan yang kelihatannya mudah sekali menjadi populer, mencari sesuatu yang mudah diterima oleh semua kalangan bukanlah hal yang mudah dilakukan. Butuh perjuangan dan kekonsistenan dalam melakukannya. Sudah siap? Haha.
Kali ini aku mau share hasil membaca beberapa buku tentang viral marketing, salah satunya buku Contagious, karya Jonah Berger.
Dari hasil membaca buku-buku marketing, aku bisa membuat satu benang merah yang bisa kita jadikan pegangan, bahwa produk ataupun gagasan bisa menjadi menular bukan karena sudah ditakdirkan begitu. Yup, sifat menular bukan dilahirkan, tapi dibuat. Tentunya ini menjadi kabar baik untuk kita semua, kan? Artinya, kita bisa membuat produk ataupun pikiran kita menjadi mewabah, dibicarakan banyak orang, dan campaign kita berhasil, atau produk kita akan dicari banyak orang.
Memang, ada beberapa produk ataupun pikiran yang beruntung mendapat tempat di khalayak sehingga mudah menjadi bahan pembicaraan. Kampanye antirokok, misalnya, sekarang sedang heboh terjadi di Indonesia. Kejadian seorang perokok yang terkena kanker laring dan akhirnya meninggal (setelah sebelumnya beliau menjadi tokoh antirokok), sekarang sedang dibicarakan oleh ribuan orang di sosial media. Kejadian ini masuk ke dalam hal-hal yang secara alami terkesan membangkitkan kehebohan, sehingga banyak orang dengan suka rela ikut menyebarkannya. Ikut mengkampanyekan bahaya antirokok.
Namun, banyak juga hal-hal biasa pun mampu membangkitkan getok tular kalau seseorang berhasil menemukan jalan yang tepat untuk melakukannya. Nggak peduli berapa polos atau membosankannya sebuah produk atau gagasan tersebut, selalu ada cara untuk menjadikannya menular.
kredit: www.linkedin.com

Jadi, apa saja kuncinya agar produk/gagasan/pikiran kita bisa menjadi populer dan diperbincangkan banyak orang? Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan. Voila.....

1.      Social Currency (Mata Uang Sosial)
Apa yang dirasakan seseorang ketika membicarakan produk ataupun gagasan? Kebanyakan orang pengin terlihat cerdas daripada bodoh. Pengin tampak uptodate daripada ketinggalan informasi. Pengin terlihat kaya daripada sebaliknya. Ya nggak sih? Sama seperti baju yang kita pakai, apa yang kita katakan ataupun kita share di media juga berpengaruh terhadap pandangan orang lain terhadap diri kita atau tempat usaha kita.
Mudah sekali menebak sifat ataupun kesukaan orang dari status pribadinya di sosial media. Orang yang suka baca buku, akan sering membagi buku apa yang sedang dibaca. Orang yang nggak suka dengan Bapak Presiden, akan membagi rumor negatif apa pun yang ada di media, entah beritanya benar atau tidak, yang penting share, biar dunia tahu kalau orang tersebut ada di tim oposisi Bapak Presiden, hihi.
Jadi, untuk membuat orang membicarakan sesuatu, kita perlu menciptakan nilai yang membantu mereka memperoleh kesan yang diinginkannya tersebut. Kita perlu menemukan keistimewaan mendasar yang membuat orang merasa sebagai bagian dari lingkaran dalam kita. Kita perlu mengungkit mekanika permainan untuk memberi orang cara untuk memperoleh status yang terlihat, yang bisa mereka perlihatkan kepada orang lain. Yang bisa mereka pertunjukkan ke orang lain dengan tujuan tertentu.

2.      Trigger (Pemicu)
Bagaimana sih caranya orang membicarakan produk ataupun gagasan kita? Pemicu adalah rangsangan yang bisa membuat berita mudah menyebar, membuat gagasan mejadi saling terhubung, bahkan bisa menjadi sebuah movement yang tidak bisa kita sepelekan. Pemicu jugalah yang membuat produk kita masuk ke target market yang kita harapkan. Orang akan membicarakan apa pun yang sering terlintas di pikiran. Jadi makin sering orang berpikir tentang suatu produk/gagasan, makin sering pula produk/gagasan kita dibicarakan. Yup, kita perlu menciptakan pemicu yang bisa menghubungkan produk ataupun gagasan kita dengan petunjuk yang sudah mapan di lingkungan yang menjadi sasaran kita. Bagaimana misalnya? Kita bisa pakai bantuan teman yang sudah memiliki banyak followers, blogger, orang yang berpengaruh, atau siapa pun untuk membantu mempopulerkan ide/produk kita. Hal ini akan menjadi lebih terasa jika kita melakukan serentak dan dalam waktu yang relatif sama.

3.      Emotion (Emosi)
Ketika kita peduli, kita cenderung berbagi. Sharing is Caring. Kita peduli dengan kasus meninggalnya bocah kecil Angeline kemarin, kita akan membagi berita tentangnya. Kita peduli dengan nasib persebak-bolaan nasional, kita akan share berita tersebut. Apa pun yang menyangkut emosi kita, kita akan bagikan dengan suka rela. Jadi, bagaimana kita menciptakan pesan dan gagasan untuk membuat orang merasakan sesuatu? Karena secara alami, konten yang mudah menular adalah konten yang bisa menyentuh hati khalayak. Jadi, alih-alih menonjolkan fungsi, kita perlu berfokus pada perasaan. Emosi mudah dikobarkan. Tantangan kita adalah menyentuh emosi orang yang ingin kita sasar. Misalnya, produk Bodyshop yang menggunakan kampanye hijaunya akan mudah menempel di hati pemakai brand kosmetik tersebut. Bagaimana orang merasa ikut mencintai lingkungan dengan menggunakan kosmetik merek Bodyshop. Kita bisa menyelipkan cerita menarik yang bisa membangkitkan emosi orang lain sehingga orang akan dengan suka rela membantu menyebarkannya karena merasa mendapatkan sentuhan emosi dari kita. Ssst, kadang emosi negatif juga berguna untuk hal ini, lho!

4.      Public (Umum)
Ungkapan terkenal monkey see, monkey do bisa kita uji cobakan. Hal ini memberitahu kita betapa sulit bagi kera untuk meniru tanpa melihatnya. Membuat sesuatu menjadi terlihat menjadikan sesuatu itu lebih mudah ditiru, yang memperbesar kemungkinan menjadi populer. Yup, kita perlu membuat produk dan gagasan menjadi lebih umum. Kita perlu merancang produk dan gagasan yang mengiklankan diri dan menciptakan sisa perilaku yang meninggalkan jejak, bahkan setelah orang membeli produk atau mendukung gagasan kita. Kirimkan produk kita kepada orang yang punya pengaruh besar pada komunitasnya, misalnya. Dengan demikian, produk kita akan sering terlihat banyak orang dan membuat orang lain ingin memilikinya juga. Punya kenalan yang cukup populer di sekolah/kampus/komunitasnya? Minta bantuanlah untuk ikut mempromosikan produk yang kalian miliki. It works.

5.      Practical Value (Nilai Praktis)
Bagaimana kita bisa merancang konten yang tampak bermanfaat? Sebagai makhluk sosial, orang punya kecenderungan membantu orang lain dengan barbagi, baik berbagi sesuatu secara material, ataupun berbagi informasi yang bermanfaat. Jadi, kalau kita bisa menunjukkan kepada mereka bagaimana produk atau gagasan kita bisa menghemat waktu, meningkatkan kesehatan, membuat mereka lebih terampil, atau menghemat uang, mereka akan menyebarkan informasi tersebut. Tidak hanya menyebarkan secara virtual, bisa jadi hal tersebut menjadi bahan obrolan sambil makan siang atau ngopi-ngopi cantik. Namun, dengan banyaknya informasi yang tersedia di jagad raya ini, kita perlu membuat informasi kita tampak menonjol dan berbeda dengan yang lain. Kita perlu menyoroti keistimewaan yang kita tawarkan (entah secara keuangan ataupun yang lain), kemudian menjadikan hal tersebut sebagai kata kunci untuk disebarluaskan, diceritakan dari satu orang ke orang lain.

6.      Story (Cerita)
Orang tidak hanya berbagi informasi, tapi juga berbagi cerita. Cerita seperti halnya sebuah wahana yang bisa kita selipi pesan yang ingin kita sampaikan. Informasi menyebar dengan cara menyamar sebagai obrolan ringan pada saat-saat senggang. Jadi, kita perlu membangun cerita kita sendiri, membenamkan produk atau gagasan kita dalam sebuah cerita yang menarik, untuk diceritakan kembali. Namun yang harus diingat adalah, kita harus bisa menciptakan pesan yang menyatu dengan narasi cerita sehingga orang tidak menyampaikan cerita tanpa informasi produk/gagasan yang dikandungnya. Nggak lucu kan cerita kita menyebar dari mulut ke mulut tapi produk kita malah dilupakan lantaran ceritanya kurang menyatu? Itulah kenapa banyak perusahaan yang membayar brand ambasador untuk mewakili mereka menyampaikan pesan ke khalayak. Kita juga bisa lho menciptakan brand ambasador versi kita sendiri. Why not?

Yup, itu tadi enam prinsip menularkan produk dan gagasan agar dikenal lebih luas dan menjadi mewabah. Prinsip-prinsip yang dalam bahasa Inggris bisa disingkat dengan STEPPS ini bisa mulai diterapkan dari sekarang jika ingin menjadikan produk/gagasan lebih populer. Beberapa dari keenam cara tersebut memang perlu usaha keras untuk bisa berhasil, namun yang lainnya bisa mudah kita lakukan asal kita kreatif.

kredit: www.runesmedia.com

Memang, ini bukanlah hal yang mudah dan instan, kita perlu melakukannya secara terus menerus untuk bisa melihat hasilnya di kemudian hari. Seperti halnya usaha yang sudah aku lakukan bersama tim di Stiletto Book, penerbitan buku yang aku kelola. Mengkampanyekan orang untuk membaca buku bukan hal yang mudah. Namun, dengan menciptakan kesan (social currency) bahwa “Smart woman is sexy”, menjadi banyak orang (dalam hal ini perempuan) mau dengan suka rela membagikan informasi ketika sedang membaca buku. Sampai sekarang, kami banyak membagikan stiker dengan tulisan “Reading is sexy”, atau “Be smart and sexy with Stiletto Book”, memuat artikel bertema asyiknya membaca, menyumbangkan beberapa buku ke komunitas, dan lain-lain. Semuanya bertujuan untuk menciptakan kesan bahwa membaca itu bukan sesuatu yang membosankan, bahwa perempuan yang suka membaca itu seksi karena akan lebih cerdas dan terampil, bahwa membaca bukan kerjaan orang-orang serius saja, membaca juga bisa menjadi hobi yang mengasyikkan, dan seterusnya. Syukurlah kampanye ini sudah mulai terlihat hasilnya sedikit demi sedikit. Banyak share di media sosial dengan men-tag dan me-mention Stiletto Book ketika sedang membaca, bahkan ketika mereka membaca buku terbitan penerbit lain juga nge-tag kami segala, haha. Hal ini pulalah yang membuat kami masih survive sampai sekarang dan terus produksi buku, hihi. Ada juga beberapa hal yang sering kami lakukan berkaitan dengan enam prinsip di atas tadi, aku ceritakan lain kali sambil ngopi-ngopi aja ya? Haha.
Think out of the box, agar kita bisa selalu survive di tengah dinamika hidup yang berjalan begitu cepat ini, hihi. Semoga bermanfaat ya buat kalian yang sedang pengin membangun brand produk ataupun brand image pribadi.
Ciao bella!

17 April 2015

Secangkir Teh untuk Pelanggan


Pengin sharing ini sebenarnya udah lama, udah dicorat-coret di blocknote, tapi kok mau diketik pasti tertunda terus. Hmm, kebetulan banget nih dapet bonus waktu, bisa bangun nyubuh pas weekend gini, ini bener-bener kejadian langka dalam hidupku. Ha! Biasanya kalau malam weekend, jam 3 baru tidur. Eeeh, ini tadi ketiduran jam 9, jadi jam 3 udah njenggelek. Mata melotot nggak bisa tidur lagi. Ya sudah, mari kita berjingkat ke dapur untuk bikin kopi. 

Hmm, ternyata bangun dini hari itu menyenangkan!

Yup, akhir-akhir ini memang aku lagi suka banget baca buku tentang Marketing, baik yang berhubungan dengan pelayanan pelanggan ataupun pemasaran produk secara umum. Yang penting Marketing! Dan dalam dua bulan ini, sudah ada 3 buku tentang Marketing yang kumakan. Jadi, aku bisa bikin postingan ini, hasil dari membaca buku-buku tersebut dan sedikit sharing pengalaman pribadi.

Di Indonesia ini, pelayanan pelanggan kayaknya masih belum jadi prioritas utama sebuah usaha, ya? Orientasi mereka kebanyakan ... bagaimana cara mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan modal serendah-rendahnya. Boro-boro menyisihkan sebagian anggaran untuk mendanai kegiatan pemasaran, terpikirkan saja kayaknya nggak J.

Ya, tentunya sudah banyak banget yang fokus ke kepuasan pelanggan, terutama perusahaan-perusahaan besar yang memang sudah memiliki formasi lengkap, punya modal lebih dari cukup, dan sumber daya yang menunjang. Namun, untuk perusahaan-perusahaan kecil, masih banyak yang belum memikirkan hal ini. Online shop yang sedang marak ini pun kayaknya nggak peduli banget dengan kesan para pelanggannya: melayani seenaknya aja seolah kita yang butuh mereka. Hihi. Sudah sering sih ngalamin betapa galaknya para penjual online itu.

Yuk ah, buat pemilik bisnis ataupun orang yang bekerja sebagai marketing, alangkah baiknya kalau kita lebih peduli dengan konsumen. Bagaimana pun, dari merekalah bisnis kita tetap bertumbuh dan berkembang. Melalui merekalah, kita semua bisa mendapatkan penghasilan untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga. Nggak etis banget kan kalau kita justru tidak memedulikan pelanggan? Kalau pelanggan kabur, bisnis kita juga selesai loh! Perusahaan tempat kita bekerja gulung tikar, dan kita semua kehilangan pekerjaan. Hiks. 


Nah, ini beberapa tip yang mudah-mudahan berguna untuk teman-tema yang memiliki bisnis atau buat teman-teman yang bekerja sebagai marketing. Bagaimana agar kita bisa memuaskan pelanggan? Voila....
  1. Mendengar. Yes, mendengar adalah kunci untuk memahami apa yang pelanggan kita butuhkan. Hal ini merupakan faktor penting dalam membantu kita melihat dan merencanakan arah bisnis kita. Dengan mendengar, kita tahu apa yang diinginkan pelanggan dari produk/jasa kita. Kita bisa melakukan perbaikan-perbaikan jika ada kesalahan, dan bisnis kita akan semakin baik, semakin sesuai dengan yang pelanggan kita inginkan.
  2. Pemilik bisnis berkewajiban mengirimkan apa pun yang telah dijanjikan pada saat transaksi penjualan. Teliti lagi, apakah iklan kita di sosial media sudah sesuai dengan kondisi produk kita? Apakah kita sudah memberikan bonus seperti yang kita janjikan? Jangan membuat iklan terlalu bombastis karena bisa membuat pelanggan kecewa ketika menerima produk yang ternyata tidak sesuai dengan apa yang kita iklankan. Jangan lupakan juga foto, buatlah foto produk yang sesuai dengan kondisi produk yang sebenarnya. Jangan terlalu banyak editan, apalagi memotret sampel produk yang tidak sesuai dengan barang yang kita kirim ke konsumen. It's a big no no.
  3. Bangun kepercayaan pelanggan. Beri tahu mereka bagaimana kita mendapatkan keuntungan dari pembelian produk mereka. Jujurlah pada mereka. Jika kita berbuat salah, bertanggungjawablah, dan tawarkan servis terbaik untuk memperbaikinya.
  4. Beberapa orang tidak menghabiskan banyak waktu untuk riset dan memahami banyaknya komitmen yang harus dibuat untuk mengembangkan bisnis. Jadi, meluangkan waktu untuk mencari tahu apa yang sedang dibutuhkan pelanggan akan sangat bagus untuk bisnis kita. Keluarlah dari 'bilik nyaman' dan sapalah pelanggan. Dari situ kita bisa tahu apa yang pelanggan inginkan dari usaha kita.
  5. Sebagai pemilik bisnis, kita adalah penjual utama bagi perusahaan kita. Kemampuan bagaimana memasarkan produk adalah ilmu yang harus dipegang dan menjadi dasar kita menjual produk. Yes, menjual adalah seni, jangan terus menerus melakukan hard selling karena pelanggan akan bosan. Sesekali kita bisa memberikan “hiburan” pada pelanggan. Misalnya, memberikan tip-tip umum di sosial media kita, mengadakan gathering dengan pelanggan kita, mengadakan giveaway untuk menjaring pelanggan baru, mengirimkan bonus untuk pelanggan loyal, dan hal-hal yang sifatnya fun lainnya.
  6. Membina hubungan baik dengan siapa pun, mereka akan menjadi jaringan yang bagus dalam mempromosikan produk kita. Yup, jika kita bisa menjalin hubungan baik dengan semua orang, mereka akan dengan suka rela membantu bisnis kita. Teknik getok tular ini sangat penting dan cepat membuat bisnis kita dikenal lebih luas.
  7. Berikan sentuhan personal agar pelanggan merasa spesial. Di Stiletto Book, kami sering mengirimkan greeting card dengan menuliskan nama pelanggan di sana. Yah, ucapannya sih memang cuma berupa tulisan, “Dear Dewi, selamat membaca!”, misalnya, atau ucapan ulang tahun jika mereka memang melakukan pemesanan buku di hari ulang tahunnya. Hal sesimpel ini ternyata membekas di benak pelanggan. Mereka akan dengan suka rela meng-upload hasil belanjaan mereka di sosial media, dan tentunya ini sangat membantu kita melakukan aktivitas promosi.
  8. Adillah terhadap pelanggan. Jika mereka membeli produk yang ternyata rusak dan ingin diganti, kenapa kita tidak menyenangkan mereka? Kalau perlu kasih ‘bonus’ agar mereka tidak kecewa.
  9. Jangan sekali-kali meremehkan pelanggan. Mungkin kita sering mendapati pelanggan yang demanding, banyak maunya, bawel, dan seterusnya. Sabar aja, mereka kan akan mengeluarkan uang untuk membeli produk kita, jangan ikutan bawel dan sewot dong ah. Mungkin kita juga sering membatin, "Halah, cuma beli satu aja berisik banget!". Hmm, buang jauh-jauh pikiran ini. Memangnya target bulanan kita akan terpenuhi jika kita tidak melayani pelanggan-pelanggan yang beli satu-dua produk? Target penjualan kan akan terpenuhi karena akumulasi dari penjualan selama sebulan/setahun? Karena kita melayani pelanggan yang membeli satu-dua produk dan pelanggan yang memborong produk kita? So, tetap layani mereka dengan sepenuh hati, jangan bedakan pelanggan yang membeli satu biji atau membeli borongan. Ya, kalau mereka ngeborong sih, boleh banget kalau mau kasih diskon spesial. Mereka pasti akan senang. Jangan lupakan  emotikan senyum untuk membalas chat pelanggan yang komplain. :)   
  10. Konsumen tidak mau terus menerus membeli barang. Mereka mencari kepastian kualitas yang baik dan layanan prima. Yang membedakan bisnis kita dengan yang lain adalah ... jika kita sukses membuat pelanggan merasa mereka telah mendapatkan keuntungan secara emosional dan praktis melalui produk/layanan kita. Hal yang pantang aku lakukan dan selalu kutekankan kepada marketing serta penjualan adalah mengucapkan, “Ditunggu pesanan berikutnya ya!”. Ya, ucapan ini akan terdengar sangat annoying buat pelanggan. Kita sih enak ya mereka belanja terus, lah dia? Bisa habis uangnya kalau pesan produk terus ke kita. Jadi, kalimat di atas bisa aja diganti dengan, misalnya, “Semoga suka dengan produk kami ya!”, “Terima kasih ya. Have a nice day!” dan lain-lain.


Yup, itu tadi 10 prinsip melayani pelanggan agar kita selalu bisa menghangatkan hatinya, selayaknya menyeduhkan teh spesial untuk pelanggan. Kita tahu, menjaga hubungan baik dengan pelanggan membutuhkan kerja keras dan disiplin tinggi, tapi informasi yang didapat dari hubungan ini berperan sangat penting bagi bisnis kita. Semoga berguna ya....

02 Mei 2014

Behind The Book "EVERLASTING"

 “Siapa pun yang mengatakan waktu bisa menyembuhkan semua luka, huh, ia berani bertaruh, orang itu pasti belum pernah mengalami apa yang ia rasakan.”

Ketika membaca naskah mentah Everlasting, aku bener-bener nggak bisa berhenti. Penasaran terus. Walaupun alurnya tidak begitu cepat, tapi penulis pinter mengikat pembaca buat nggak naruh bukunya kecuali terpaksa (Nanti aku mau nanya ke Mbak Ayu Gabriel bagaimana caranya membuat joke-joke yang renyah dan nggak garing. Ingatkan aku ya!).

Naskah lengkap ini juga dibaca oleh satu editor lainnya, sebut saja namanya Tikah Kumala, dan tanpa perdebatan sengit (bener-bener nggak pakai debat kusir dan adu argumen—seolah sudah sewajarnya memang naskah ini terbit), kami sepakat untuk menerbitkan novel “Everlasting” ini. YEAY!

Akhirnya novel ini masuk jadwal edit bulan Desember 2013 kemarin. Ketika naskah mulai diedit, aku sampai kebingungan, “Aku kudu apain ini novel? Udah bagus gini?”. Bahkan, niat awalnya aku mau pangkas jadi 210 halaman saja (Naskah asli setebal 237 halaman A4), aku bener-bener nggak bisa. Satu bagian saling berkaitan dengan bagian lain. Satu kejadian saling terhubung dengan kejadian lain. Kalau aku pangkas bagian ini, bagian yang ono harus ikut diedit konten juga. Akhirnya, aku cuma membuang sedikit-seikit aja adegan-adegan yang tidak begitu penting. Parahnya lagi, walaupun sebenarnya itu adegan tambahan yang menjelaskan detail-detail kecil, semuanya dikemas lucu. Dialognya bener-bener fresh sampai aku sayang untuk membuangnya. Akhirnya ya, dipertahankan! J

23 Maret 2014

Five years to remember: Hidup untuk Mengenangmu


“Ketika hidup terasa sebagai sebuah perulangan. Di situ mati merupakan peralihan yang membebaskan.”

Lima tahun lalu, 23 Maret 2009, adalah hari paling berat dalam hidupku. Seorang adik sepupuku meninggal dalam sebuah kecelakaan tabrak lari. Dan sampai sekarang peristiwa itu seolah terkubur bersama dengan jasadnya, di sudut kota Wonosobo sana, kota kecil kelahiran kami.

Dedi Kurniawan, begitu nama lengkapnya. Umur kami hanya selisih dua tahun. Kami menghabiskan masa kecil bersama di salah satu kampung di daerah Wonosobo. Lima tahun lalu, 22 Maret 2009 pukul 23.15 WIB, aku mendapatkan SMS darinya. Waktu itu dia sudah menjadi seorang polisi dengan pangkat Briptu, sedangkan aku sudah bekerja di Jogjakarta dan tinggal di kosan. Dia ditugaskan di daerah Tegal. Entah di polres, polsek atau apa, aku nggak mudeng.

“Mbaaaaaaaaaaak.....” Begitu bunyi SMS-nya.
Aku pun langsung membalas, “Kenapa malem2 teriak2? Lagi mumet ya?”
Beberapa menit kemudian, dia membalas lagi, “Haha, nggak. Mau konsultasi spiritual nih.”
 Kubalas singkat, “Kenapa? Putus cinta?”
“Nope! Lagi nggak mikirin itu. Ini masalah hidup.” Katanya lagi di SMS-nya.

14 Desember 2013

Behind The Book “Geek in High Heels” and three others chicklit


Atas nama Blog "Secangkirkopimu" yang sudah mulai angker karena jarang kusentuh, kemarin aku berjanji untuk bikin label baru "Behind The Book" yang berisi tulisan kisah-kisah di balik buku yang aku edit. Dan yah, setelah berhasil memposting Behind The Book session-1 yang mana isinya curhatan proses kreatif novel sendiri (HA!), sekarang giliran novel-novel chicklit yang akan kuulas. 

Here we go!

Logo Chicklit terbitan Stiletto Book

Sejak Stiletto Book belum nongol di muka perbukuan Indonesia, aku sudah niat untuk bikin serial chicklit. Awalnya memang aku suka baca novel genre ini karena bener-bener bisa buat relaksasi setelah riweuh dengan pekerjaan ataupun bacaan yang ‘berat’. Jadi, chicklit ini aku jadikan selingan yang memang menurutku sangat pas. Renyah, lucu, tapi tetap ada ‘sesuatu’ yang kuat di dalamnya, apakah itu? Girl power! J

04 Desember 2013

Behind The Book "Seribu Kerinduan"


Novel Seribu Kerinduan yang rilis pada 25 Oktober 2013 kemarin menjalani proses yang cukup panjang sebelum akhirnya terbit.

Ehmm, jadi, draft kasar novel ini 60% sudah selesai tahun 2010 lalu dan kubiarkan berjamur di laptop. Oke, nggak berjamur sih, cuma sedikit bau apek karena lama banget nggak disentuh lagi. Pertengahan 2013 ini, aku memantapkan niat untuk menyelesaikannya. Dan begitulah, kalau ada niat yang kuat (didukung dengan usaha serta doa) seluruh Alam pasti akan berkonspirasi untuk mewujudkannya. Hahaaa. Setuju? Sip.

Yeah, finally ... setelah 2,5 tahun mati suri, aku bisa menyelesaikan novel ini hanya dalam waktu dua minggu. DUA MINGGU saudara-saudara! Luar biasa, kan? Aku nulis sepulang dari kantor. Aku nulis di sela-sela ngurus Bara di rumah. Aku nulis ketika ada jam luang di kantor. Aku nulis di sela-sela waktu masak untuk Bara (untuk bapaknya mah beli aja). Dan aku terus nulis sampai tahu-tahu itu novel sudah rampung! Ajaib memang. Aku aja nggak nyangka bisa menyelesaikannya dalam waktu yang relatif singkat. Ingat? Hanya dua minggu! (Iya ... iya ... bawel!)

draft-1 novel Seribu Kerinduan

13 November 2013

My debut novel; Seribu Kerinduan

Alhamdulillah....

Debut novelku akhirnya rilis di penghujung 2013. Tepat 25 Oktober 2013 kemarin, novel ini dilaunching di Toko Buku Togamas Affandi, Jogja. Ada yang tidak biasa di launching novel kali ini, kenapa? Yup, karena pengunjung yang datang disuguhi tontonan teaterikal yang dimainkan oleh dua orang untuk membawakan potongan-potongan adegan dalam novel Seribu Kerinduan ini. Seru! Nanti aku unggah di YouTube kalau sudah selesai proses edit.

Monggo, silakan dicari di toko buku langgananmu. Novel ini sudah mulai beredar sejak awal November 2013. Kalau mau baca komen-komen yang sudah baca novel ini, silakan buka Goodreads saja, semoga setelah membaca komen-komen di sana, jadi semakin semangat membeli novelnya. Hoho. Amin.

Voila, Seribu Kerinduan, my debut novel....