27 Oktober 2010

Belajar Melepaskan



Malam itu aku sedang terpekur di depan ATM di salah ruas jalanan di Jogjakarta. Aku mengobrak-abrik lagi isi tasku. Kukeluarkan satu per satu isinya, kemudian aku masukkan lagi. Aku membuka dan menutupnya, kemudian membuka lagi, sambil sesekali mengumpat dan sesekali pula mengedarkan pandanganku ke arah sekeliling. Aku periksa tong sampah, kemudian aku menyusuri selokan untuk mencari dompetku yang tiba-tiba raib dari dalam tas.

Setelah satu jam berlalu dan tidak ada tanda-tanda bahwa dompetku akan kembali, aku memutuskan pulang dengan perasaan dongkol, kesal, marah dan kesemuanya itu berkecamuk menjadi satu.

Sesampainya di rumah, otakku terus memikirkan dompet itu; Hilang di mana? Ditemukan siapa? Bakal dikembalikan atau tidak? Malah, aku sempat mencurigai tukang parkir yang sedang jaga malam itu. Betapa pikiran buruk itu telah menyita banyak energiku, yang ujung-ujungnya aku hanya bisa mengumpat dan uring-uringan sepanjang malam.




Ternyata pikiran itu terus saja menggangguku sampai aku terbangun malam-malam dan langsung dipusingkan dengan pikiran kehilangan. Setelah tiga hari aku berusaha total untuk menemukan kembali, dan tak ada hasil, akhirnya aku belajar untuk melepaskannya.


Aku sadar, bahwa aku lebih dipusingkan oleh pikiran kehilangan, bukan karena benda atau barang yang hilang tersebut. Pikiran kehilangan itu terus bercokol sangat kuat sampai aku pun hampir tak sanggup melepaskannya.

Aku jadi teringat perkataan Bhikkhu Sri Pannyavaro, beliau berkata: Kita cenderung menyimpan dan mengumpulkan banyak hal, tidak mau berlatih melepas, termasuk mengumpulkan masalah, yang kecil-kecil sekalipun. Kita simpan dan kita bawa ke mana-mana masalah-masalah yang menyiksa itu.

Pernahkah kamu mengalami kejadian, misalnya di suatu siang, tiba-tiba kita diberi kabar bahwa saudara kita meninggal, teman terdekat kita pindah keluar kota, atau tiba-tiba ponsel yang selama ini kita tenteng ke mana-mana hilang di jalan.

Kalau kita belajar melepas milik kita secara benar dengan cara memberikan dana, memberikan amal pertolongan kepada siapa pun yang memerlukan -yang sudah tentu dilakukan sesuai kemampuan kita- maka kita mulai belajar melepas. Tidak hanya mengikuti keserakahan dengan mencari, mengumpulkan dan menyimpan. Terus saja mencari, mengumpulkan, menyimpan sepanjang hari, selama hidup. Sulit melatih diri melepaskan sesuatu untuk kebajikan.

Kalau saja kita sering dan senang berlatih melepas dengan memberi kebajikan, maka kalau timbul masalah yang mengganggu pikiran, kita bisa dengan tidak sulit melepaskannya.

Ya, kita harus belajar melepaskan segala bentuk ketergantungan kita akan benda, situasi, ataupun orang yang kita sayang. Sadarlah aku bahwa selama ini aku sangat tergantung dengan segala hal yang mengelilingiku, dari mulai ponsel, dompet, kendaraan, dan segala bentuk materi yang menjadikanku sangat bergantung kepadanya dan takut kehilangan.

Mari kita belajar melepaskan sedikit harta yang kita punya untuk berbuat kebajikan kepada sesama. Betapa banyak bencana yang terjadi di negeri tercinta akhir-akhir ini, mulai dari banjir bandang di Wasior, tsunami di Mentawai dan terakhir letusan Merapi di Jogjakarta dan Jawa Tengah, tentunya sangat banyak saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Mumpung kita masih diberi kesempatan untuk berbuat kebajikan, marilah kita memulainya hari ini.

Semoga Tuhan dan Semesta Alam memberi kemudahan. Amin.

8 komentar:

  1. Selalu punya cerita yang worth it buat direnungkan, thx ya mbak.. it's so inspiring..

    BalasHapus
  2. sering kali, kita lebih pusing memikirkan kehilangan uang, dompet dan semacamnya. tapi jarang sekali kita pusing, jika kita "kehilangan" seorang teman...

    BalasHapus
  3. jadi inget, kemaren sempat meletup sebuah kesal dan lalu muncul tanya "kenapa anda masih saja bergulat dengan #prayforindonesia sedangkan sebagian yg lain sudah #actforindonesia?" haha

    BalasHapus
  4. manusia memang cenderung menerima tapi sulit melepas. menginspirasi, sungguh..

    BalasHapus
  5. manusia memang cenderung menerima tapi sulit melepas. menginspirasi, sungguh..

    BalasHapus
  6. @ Haziran: Setuju!! Kalo "cuma" pray siy nenek2 malah lebih jago ya, mas? Ya, actforindonesia terdengar lebih real & lebih bermanfaat buat lingkungan, tanpa merendahkan manfaat dr doa itu sendiri, krn (menurut saya) Tuhan sdh terlalu sibuk untuk mendengar doa-doa seluruh umat manusia di dunia ini.. so..buat siapa2 yg berdoa kudu bersabar jg krn antriannya panjang..:) sambil menunggu doa kita terkabul, it's time to act for Indonesia..!!!

    BalasHapus
  7. @ Ocha: Yupz, anytime punya crita menarik bisa di share biar aku tinggal nyatet... :)
    @ Lelaki Budiman: Sdg merasa kehilangan teman?

    @ Hamida: Seperti yg sering nenek saya ucapkan: "dadi wong urip ki kudu legowo ojo suloyo" (Hidup itu harus diterima begini adanya, jangan mengeluh), coba beliau mengajarkan buat melepas juga, pasti sy sudah nyadar dr dulu...:)thx ya sdh mampir

    BalasHapus
  8. keren hikmah dari cerita kehilangan ini

    BalasHapus